[Pikir Lagi] Haruskah ke luar rumah?


Hari ini saya sempat keluar sebentar, hanya sebentar, dan melihat di jalanan banyak orang masih berlalu lalang, ke pasar, masih lari pagi, masih bersepeda dengan santai, tukang parkir masih di tempatnya, pedagang masih berdagang, pemulung masih memulung, dan pengendara motor bahkan polisi. Hampir kebanyakan dari mereka tidak memakai masker. Mereka masih beraktivitas seperti biasanya. Terlepas dari volume manusia yang telah berkurang dari sebelumnya, orang yang beraktivitas masih tetap sangat banyak.

Saya tahu kadang kita tidak punya pilihan untuk tetap keluar, seperti misalnya orang yang bekerja di pabrik penyedia obat-obatan atau alat kesehatan, aparat kepolisian dan tenaga kesehatan. Mungkin sudah banyak orang yang sadar untuk diam di rumah, namun sepertinya kesadaran belum benar-benar tertanam di semua orang. Kadang ada saja alasan yang menyebabkan orang tidak juga betah di rumah, salah satunya alasan ekonomi. Saya mengapresiasi orang-orang yang bekerja agar ekonomi kita tetap berjalan, namun untuk orang-orang yang keluar untuk hang out, berolahraga dan berkegiatan yang sebenarnya bisa dilakukan di rumah, apalagi tanpa alat pelindung diri yang memadai, saya cukup menyangsikan sikapnya.

Sebenarnya apa sih yang kita takutkan dari diam di rumah saja?
Takut timeline mundur?
Takut ekonomi hancur?
Takut tidak bisa makan hari ini?

Bagaimana kalau berfikirnya begini, kita tetap beraktivitas di luar hari ini, sehingga bisa makan hari ini, tapi dengan adanya kita beralalu lalang, virus dapat menempel di tubuh kita, di baju kita, di rambut kita, di jilbab kita, dan menularkan ke orang lain, kemudian orang lain itu meninggal dalam beberapa hari karena virus yang berasal dari kita tersebut. Dan ternyata yang berfikir untuk tetap beraktivitas itu tidak hanya kita, tapi banyak orang, sehingga semakin banyak orang yang tertular dari lalu lalangnya kita, beberapa hari kemudian banyak yang meninggal karena terjangkit. Dan banyaknya orang yang meninggal ini berimbas pada jatuhnya ekonomi kita di hari-hari berikutnya.

Data menyebutkan, per hari kemarin 21 Maret 2020, di Italia terdapat 625 orang meninggal (data WHO) dalam sehari. 625 orang bayangkan?! Angka ini mungkin 3-6 kalinya penerimaan satu angkatan di universitas. Bayangkan 3-6 angkatan meninggal semua hanya dalam waktu satu hari?! Bayangkan kalau di dalam kelas berisi 30-50 anak, berarti dalam satu hari yang meninggal adalah anak di 10-20 kelas. Satu hari.

Salah satu dari ahli China (dapat dibaca disini) didatangkan untuk membantu Italia, dan tahu apa komentar mereka terhadap situasi lockdown di Italia? Ahli tersebut berkata kalau “Italia terlalu santai menangani COVID-19. Italia memiliki kebijakan lockdown yang terlalu longgar karena

1.       transportasi publik masih bekerja
2.       orang-orang masih berjalan kesana kemari
3.       masih berkumpul
4.       selain itu tidak memakai masker.

Saat ini kita harus menghentikan waktu sejenak.

Kita harus menghentikan semua aktivitas ekonomi. Kita harus menghentikan interaksi normal. Semua orang harus diam di rumah untuk karantina dan kita perlu mempersiapkan semua orang untuk memproteksi diri. Hidup manusia itu adalah yang paling berarti untuk sekarang, di atas apapun.“

Mari kita renungkan, penanganan kita di Indonesia mirip dengan Italia bukan? Lockdown dan self-quarantine yang begitu longgar dan kurang tegas, orang banyak masih berlalu lalang. Kita seperti tidak ada urgensi bahwa kasus bisa meledak kapan saja, bahkan dalam hitungan hari, karena banyaknya orang beraktivitas di luar. Bila pola kita mirip dengan Italia, maka perlu kah kita membayangkan hari-hari ke depan kita? Perlu kah kita membayangkan 625 orang meninggal dalam sehari?!
Pikir lagi. Betul memang, hari ini kita makan, hari ini kita menyelamatkan ekonomi Indonesia, menyelamatkan target perusahaan, timeline perusahaan/ perkuliahan, tetapi apalah artinya itu kalau minggu depan kita hancur?

Bagaimana kalau kita berfikirnya begini, oke tidak apa-apa timeline dan target hari ini tidak tercapai, toh seluruh dunia memang sekarang sedang lumpuh, namun Insya Allah dengan tidak keluar rumahnya kita, kita akan menyelamatkan orang lain. Kemudian setelah semua pandemik ini selesai, mari membangun kembali bersama-sama.








NB:
Kalau memang memerlukan untuk keluar rumah:
1. Pakailah masker. Masker kain saja, agar tidak mengganggu suplai masker untuk Rumah Sakit, dengan tujuan menghindari droplet dari mulut atau hidung tidak mengenai orang lain saat berpapasan dengan kita.
2. Jaga jarak minimal 1 meter. Kalau bisa lebih jauh lebih baik.
3. Hindari transportasi masal, apalagi dengan waktu yang cukup lama
4. Jangan terlalu lama di luar rumah
5. Ketika sampai di rumah, jangan langsung menemui orang rumah, pergilah langsung ke kamar mandi, rendam baju dari luar di dalam detergen, kemudian mandilah. Cara ini mungkin dapat membantu agar virus yang menempel pada baju kita tidak mencemari orang-orang di rumah. Keramas juga diperlukan untuk menghindari virus menempel pada rambut.
6. Rendam atau semprot disinfektan pada barang-barang yang terpapar udara luar seperti dompet, HP, dan tas. Hati-hati saat membersihkan HP karena dapat merusak layar.

Komentar

Postingan Populer