Nasehat Kehidupan dari Sayyidina Ali kepada Sayyidina Hasan – Prof. M. Quraish Shihab Podcast
Disclaimer:
Tulisan ini adalah tulisan dari podcast
Bapak Prof. Quraish Shihab yang saya dengarkan dari Youtube (link-nya dapat dilihat
di sini)
kemudian saya tulis ulang. Adapun bila ada kesalahan penulisan, saya mohon
maaf. Semoga tulisan ini dapat membawa manfaat bagi yang membacanya, begitupun
saya sendiri.
Note: kata-kata yang miring (italic) merupakan kutipan Sayyidina Ali, sedangkan yang tidak di italic, adalah perkataan Bapak Quraish.
Berikut penjelasannya. Selamat membaca :)
Saya sedang menyusun buku, doakan
jadi, sebenarnya sudah jadi tapi saya selalu koreksi. Salah satu
isinya, ada surat Sayyidina Ali ke anak-anaknya, indah sekali. Saya sudah coba
terjemahkan, tapi bahasanya terlalu indah. Ini surat ditulis Sayyidina Ali setelah
beliau pulang dari peperangan Shiffin. Dia tulis kepada anaknya Sayyidina Hasan.
Awalnya ditulis dari penjelasan
dirinya, bahwa saya seorang ayah, yang pasti berakhir wujudnya di dunia
ini. Pasti mati. Sosok yang menyadari betapa sulitnya menghadapi perjalanan
hidup. Sulit.
Beliau berkata, saya tadinya
berkesimpulan bahwa saya tidak mau lagi memperhatikan selain diri saya. Karena semua
nafsi2, tapi kemudian saya sadar bahwa engkau anakku adalah diriku. Jadi saya
harus mengingat engkau, saya harus memperhatikan engkau. (Itu juga kata
orang kalau ada yang meninggal, sebenarnya dia masih ada di dunia, karena masih
ada anaknya. Karena anak itu kan berasal dari ibu dan bapak kan?)
Sayyidina Ali berkata, saya
tidak bisa hanya memikirkan diri saya sekarang, karena engkau saya lihat diriku. Oleh karena itu beginilah suratnya:
Hidupkanlah dirimu dengan menerima nasehat
Padamkan nafsumu dengan zuhud dan
kekuatan keyakinan
Terangi hatimu dengan hikmah dan
tundukkan dia dengan mengingat maut
Serta mantapkan ia dengan kepunahan
segala sesuatu yang ada di alam raya ini
Tunjukkan kepadaya, yakni kepada
hatimu, aneka petaka dadakan di dunia, tunjukkan
Peringatkan ia dengan pergolakan
masa
Dan keburukan yang terjadi pada
pergantian yang terjadi pada pergantian siang dan malam. Banyak keburukan yang
terjadi
Peringatkan hatimu tentang itu
Paparkan ke benakmu sejarah generasi
masa lalu
Dan ingatkan juga, yakni ingatkan
benakmu tentang apa yang menimpa orang-orang sebelummu,
Jelajahilah penemuan dan peninggalan
mereka, lalu renungkanlah apa yang telah mereka lakukan darimana mereka datang,
lalu dimana mereka pindah, dan dimana kemudian mereka akan tinggal menetap,
Jadi Sayyidina Ali, kalau analisa ilmuwan, ini kan Sayyidina Ali pindah dari Madinah (Irak), masyarakatnya sudah terpukau
oleh dunia sedang Sayyidina Ali mau bawa dia ke akhirat, jadi dia tidak
diterima. Kenapa begitu? Dulu zaman Nabi, zaman Sayyidina Abu Bakar awalnya itu
dunia belum terbuka. Begitu zaman Sayyidina Umar, harta benda banyak. Zaman Sayyidina
usman juga. Orang sudah foya-foya dengan itu. Sayyidina Ali mau bawa ke ahirat
tidak bisa. Ada Tulisan Abbas Al-Aqqad, menyangkut abqariyat Ali, bagaimana
kejeniusan imam Ali.
Engkau akan menemukan mereka meninggalkan
kekasih dan bermukim di negeri yang asing bagi mereka. Dan engkau seakan2 tidak
lama lagi akan menjadi seperti salah seorang dari mereka itu. Pasti. Maka karena
itulah perbaikilah tempat tinggalmu.
Jangan menjual akhiratmu dengan
duniamu, dan hindari berucap tentang apa yang engkau tidak ketahui atau
berbicara menyangkut yang bukan urusanmu, (ndak usah banyak bicara.)
Jangan ikuti satu jalan, jika engkau
takut tersesat bila menelusurinya, karena berhenti pada kebingungan tersesat,
lebih baik daripada mengarungi bahaya kesesatan. (Jangan ikuti. Ikuti jalan yang kamu
pasti yakin jalan ini.)
Ketahuilah, wahai Anakku. (Saat surat ini ditulis, Sayyidina Hasan
berumur 35-36 tahun. Kalau istilah al-Quran belum masuk usia matang (40 tahun).)
Ketahuilah anakku bahwa yang paling
kusukai untuk engkau amalkan dari wasiatku ini adalah bertaqwa kepada Allah dan
membatasi diri mengamalkan apa yang diwajibkan atasmu. (Jadi tidak usah yang sunnah-sunnah dulu. Yang
wajib, apa kewajibanmu. Allah paling senang mengamalkan apa yang jadi
kewajibannya, nanti setelah itu baru yang sunnah.)
Sayyidina Ali juga berkata begini, yang
paling kusukai bertaqwa dan amalkan apa yang wajib. Serta meneladani leluhurmu
dan orang-orang yang sholeh dari keluargamu. (Kalau Sayyidina Ali berkata
leluhur itu leluhurnya Abdul Muthalib, Hasyim. Boleh jadi dia teladani dari
sikap yang lain. Orang-orang yang sebaya dengan Nabi Muhammad SAW.)
Mereka itu tidak mengabaikan
renungan tentang diri mereka, sebagaimana engkau berpotensi merenung dan mereka
berpikir sebagaimana engkau berpotensi untuk berpikir. Lalu pada akhirnya, mereka
mengamalkan apa yang mereka ketahui dan mengabaikan untuk memikirkan apa yang
tidak dibebankan atas mereka. (Jadi tidak usah berpikir tentang apa yang tidak dibebankan ke kita. Tidak
usah berpikir kok, Anda kan tidak bertugas mengenai ini.)
Nah seandainya jiwamu enggan
menerima begitu saja apa yang mereka ketahui, (jadi kalau kamu merasa
ini tidak benar) sebelum engkau mengetahuinya dari cara mereka tahu, (cara mereka tahu mereka fikirkan), maka hendaklah engkau mempelajarinya
dengan tekun dan seksama, tapi bukan untuk tujuan berbantah-bantahan.
Hai anakku,
Jadikanlah dirimu neraca antara dirimu
dan dengan selainmu, karena itu sukailah yang engkau sukai buat dirimu, dan
bencilah untuknya apa yang engkau benci. (Jangan menganiaya orang lain sebagaimana
engkau enggan dianiaya.)
Dan berbuat baiklah sebagaimana engkau
senang diperlakukan dengan baik.
Anggap buruklah apa yang terdapat
pada dirimu, yang engkau anggap buruk disandang orang lain.
Puaslah dengan apa yang engkau
terima dari orang lain, sebagaimana kepuasanmu memberi untuk orang lain. (Jadi kalau kamu mau beri kamu harus
puas.)
Jangan mengucapkan apa yang engkau
tidak ketahui, walau pengetahuanmu sedikit. (Ada orang pengetahuannya sedikit, dia takut
dianggap bodoh jadi dia ngomong. Jangan ucapkan walau pengetahuanmu sedikit dan
kamu tidak mengerti.)
Jangan juga mengucapkan sesuatu yang
engkau tidak senang orang lain mengucapkannya kepadamu.
Ketahuilah bahwa kebanggaan yang
tidak berdasar pada diri sendiri merupakan lawan dari kebenaran, serta penyakit
yang menimpa pemikiran yang jernih.
Nafkahkanlah hasil usahamu dan
jangan menjadi penyimpan buat orang lain. (Apa maksudnya ini? Kita punya uang, kita tidak
kasih orang lain. Kita mati, sebenarnya kita simpankan buat orang lain.)
Kemudian jika engkau telah menerima
hidayat menuju kebenaran, maka hendaklah engkau menjadi orang yang paling khusyuk
dan patuh kepada Tuhan-mu.
Ketahuilah bahwa di hadapanmu ada
jalan yang berjarak sangat jauh dan kesulitan yang sangat berat, sehingga
engkau harus pandai-pandai menempuh jalan dengan benar dan pandai2 juga mengukur
kadar bekalmu. Jangan terlalu banyak bawa agar engkau sampai ke tujuan. Tapi jangan
sampai bekal itu memberatkanmu, sehingga mengakibatkan bencana atas dirimu.
Apabila engkau mendapati seorang
butuh dan bersedia memikul denganmu menuju hari kiamat, untuk kemudian dia
menyerahkannya kepadamu, maka sambutlah keinginannya itu. (Ada orang butuh pada Anda, kasih
dia. Karena sebenarnya itu bekal Anda yang dia akan serahkan di hari kemudian.)
Gunakanlah kesempatan mengutangi siapa
yang meminta diberi hutang, pada saat engkau mampu, agar dia dapat mengembalikan
hutangnya saat krisis menimpamu.
Ketahuilah bahwa di hadapanmu terdapat
jalan mendaki yang sulit. Yang tidak ringan bebannya, ketahuilah bahwa penguasa
perbendaharaan langit dan bumi yakni Allah subhanallahu wata’ala mengizinkanmu
untuk berdoa dan menjamin untuk mengabulkannya.
Dia tidak menjadikan engkau dengan Dia
Yang Maha Kuasa itu, siapapun yang menghalangimu, tidak juga menjadikan antara
engkau dan dia seseorang yang engkau mintai pertolongan untuk mendoakanmu.
Dia tidak menghalangimu untuk
bertaubat. Dia tidak mengejek dan mengecammu jika engkau tidak kembali
kepadanya. Dia juga tidak bergegas menjatuhkan siksa sebagaimana Dia tidak
mempermalukanmu di saat engkau berpotensi untuk dipermalukan. (Ini biasa kita lihat banyak loh
orang yang korupsi itu masih diharapkan dia taubat. Saya pernah berkata bahwa
orang yang tertangkap itu sebenarnya sudah sekian kali dia melakukan dosa, baru
ditangkap. Iya kan.)
Ketahuilah wahai anakku bahwa engkau
diciptakan untuk berlanjut hidupmu hingga akhirat, bukan sekedar di dunia.
Engkau diciptakan untuk punah di dunia
ini, bukan untuk kekal.
Untuk mati bukan untuk hidup
langgeng di dunia ini, dan sungguh engkau bertempat tinggal di suatu tempat
yang mengharuskanmu berpindah ke akhirat. Harus pindah, mau tidak mau.
Engkau dikejar oleh maut, yang tidak
seorang pun berhasil luput dari kejarannya, sehingga pasti semua terkejar olehnya.
Karena itu hati2lah. Jangan sampai
engkau terkejar olehnya dalam keadaan buruk. (Itu kalau Al-Quran berkata “Laa tamuutunna
illaa wa antum muslimuun” QS. Al-Baqaraah: 132 dan Ali Imran: 102.)
Keadaan yang pernah suatu ketika
terbesit keinginanmu, untuk bertaubat tetapi ada aral yang merintangi engkau dengan
keinginanmu itu, lalu tiba-tiba maut datang merenggut nyawamu. Sehingga engkau
tidak sempat bertaubat. (Itu kita biasa begitu, mau tobat nih, sudah mau dihentikan perbuatannyannya
ini tapi ada setan, jadi kita masih terus lanjut, eh datang maut.)
Sebentar lagi akan tersingkap kegelapan,
para musafir pun segera akan tiba. (Kita semua ini musafir, segera akan tiba.)
ketahuilah wahai anakku, bahwa siapa
yang kendaraannya adalah malam dan siang, maka pasti malam dan siang itu akan
membawanya walau ia menetap tanpa bergerak. (Kita ini semua dibawa, Anda kira kita diam
disini? Malam-siang mengantar kita, walaupun ia menetap tak bergerak dan pasti juga
jarak, betapapun jauhnya akan ditempuhnya walau dia diam dengan tenang. Anda diam,
tidak ingat ini. Tapi tetap dibawa kita kesana.)
Ketahuilah dengan penuh keyakinan
bahwa engkau tidak akan mencapai seluruh harapanmu, karena itu kalau ada
harapan yang muluk-muluk, yang tidak masuk di akal, tidak usah harapkan itu. (Orang yang paling bahagia itu,
orang yang bisa mengukur harapannya dengan kemampuannya. Anda harap punya Roll
Royce, Anda punya gaji sedemikian (sedikit), maka akan tersiksa Anda. Ukur, oh
ternyata saya Cuma bisa beli kijang. Karena pada saat Anda mendapat Roll Royce,
Anda minta yang lain lagi, sampai akhirnya harapan itu dibawa (mati).)
Temanilah orang-orang baik, engkau
menjadi bagian dari mereka. Dan hindari serta berbedalah dengan orang-orang
buruk, engkau berbeda dengan mereka.
Seburuk-buruk makanan adalah yang
haram.
Seburuk-buruk penganiayaan adalah
menganiaya yang lemah.
Penggunaan kelemah-lembutan jika bukan
pada tempatnya, menambah kekerasan. Sedang bersikap tegas pada tempatnya melahirkan
kelemah-lembutan.
Bisa jadi yang dianggap obat adalah
penyakit. Dan yang dianggap penyakit adalah obat.
Bisa jadi yang memberi nasehat
adalah orang yang tidak wajar memberinya, dan bisa jadi juga yang dimintai nasehat
justru menjerumuskan. (Maksudnya pilih-pilih orang yang kamu mintai nasehat.)
Jangan sekali-kali mengandalkan
angan-angan kosong, karena ia adalah sikap si picik.
Kecerdasan adalah memelihara
pengalaman, dan sebaik-baik pengalaman adalah yang menasehatimu.
Gunakan kesempatan sebelum
terlambat,
tidak semua yang mencari menemukan
apa yang dicarinya.
Tidak juga yang pergi akan kembali,
yang pergi ke akhirat tidak akan kembali kemari, termasuk bagian dari keburukan
adalah menyia-nyiakan bekal dan memperburuk masa depan.
Segala sesuatu ada akhirnya, dan
pasti akan datang menemuimu apa yang telah ditetapkan Allah atasmu.
Pedagang itu berspekulasi. Bisa jadi
yang sedikit lebih berkembang daripada yang banyak, benar itu ya?
Tidak ada baiknya seorang penolong
yang hina, atau menghina, tidak juga teman yang kikir atau berburuk sangka.
Ambil dari perjalanan masa ini apa
yang dipersembahkan kepadamu.
Jangan berlalu terlalu berani
mengorbankan sesuatu dengan mengharapkan perolehan yang lebih banyak. (Jangan terlalu berani mengorbankan
sesuatu.)
Jangan mengendarai perdebatan karena
dia dapat menjerumuskanmu.
Pertahankanlah jaringan hubungan
dengan saudara dan temanmu saat dia memutus hubungan denganmu dan teruslah
berbuat baik kepadanya kendati dia menolakmu. Mendekatlah, kendati dia menjauh. Berilah,
kendati dia kikir. Berlemah-lembutlah kendati dia kasar. Carilah alasan pembenaran
kendati dia bersalah. Lakukan itu seakan-akan engkau hambanya dan seakan-akan dia
pemberi nikmat kepadamu. Tapi hati2, jangan letakkan itu bukan pada tempatnya,
atau melakukannnya bukan pada sosok yang wajar menerimanya.
Jangan sekali2 menjadikan musuh
sahabatmu sebagai sahabat, karena itu berarti engkau memusuhi sahabatmu.
Tuluslah menasehati saudara atau
temanmu baik itu bermanfaat untukmu, maupun merugikanmu.
Pendamlah amarah. Aku tidak pernah melihat
sesuatu yang dipendam lebih manis, tidak juga lebih baik dampaknya, sebagaimana
memendam amarah.
Bersikap lemah lembutlah kepada yang
kasar kepadamu, niscaya dia akan segera bersikap baik kepadamu.
Perlakukanlah musuhmu dengan baik,
karena itu adalah kemenangan terbaik dari dua kemenangan. (Kalau Anda terhadap musuh bersikap
kasar, Anda menang. Tapi Anda kalau bersikap baik kepada musuh, Anda menang dan
kemenangan kedua ini lebih baik daripada kemenangan sebelumnya.)
Apabila engkau bermaksud memutus
hubungan dengan seseorang, maka simpan sedikit peluang di hatimu, siapa tahu
suatu ketika dia berniat memperbaiki diri. (Jangan putus hubungan sama sekali.)
Dan siapa yang menilaimu baik, maka
benarkan penilaiannya, yakni buktikan bahwa memang saya baik.
Jangan sekali2 mengabaikan hak
temanmu dengan berandalkan hubungan baikmu padanya, karena siapa yang engkau
abaikan haknya, maka ia tidak lagi menjadi temanmu.
Jangan sampai keluarga menjadi orang
yang paling sengsara karena ulahmu. Jangan juga mengharap dari siapa yang tidak
menyenangimu.
Jangan sekali2 temanmu lebih kuat
tekadnya untuk memutuskan hubungan, daripada tekadmu untuk menjalin hubungan
baik.
Jangan juga dorongan untuk berbuat
baik lebih kuat dalam dirimu, daripada dorongan berbuat baik (untuk) orang
lain.
Jangan memperbesar pada hatimu
kedzaliman orang lain terhadap dirimu, dengan membalas kedzaliman itu. Sesungguhnya
sikapnya itu, yang mendzalimi, merugikan dirinya dan menguntungkan kamu. Balasan
orang yang berbuat baik, bukanlah dengan berbuat jahat kepadanya.
Boleh jadi ada yang jauh, tapi lekat
lebih dekat daripada yang dekat. Dan boleh jadi ada yang dekat, tapi lebih jauh
daripada yang jauh.
Bisa jadi keputusasaan dalam
mencapai sesuatu merupakan pencapaian. (Anda putus asa itu sudah merupakan pencapaian,
itu dulu Sayyidina Abu Bakar pernah ditanya, ‘hal arafta Rabbak?’ Apa kamu tahu
Tuhanmu? Apa jawab Sayyidina Abu Bakar? ‘araftu Rabbi bi Rabbi (Saya mengenal Tuhan
dengan bantuan Tuhan)’. Terus ditanya lagi, bagaimana kamu mengenalnya. Dia jawab,
‘al-‘ajru ‘anil idraaki idraaku (Kesadaran akan ketidakmampuan mencapai sesuatu,
itulah pencapaian)’.)
Tanyakanlah tentang teman yang
menemanimu dalam perjalanan, sebelum bertanya kemana akan pergi. Dan utamakanlah
tetangga sebelum rumah kediaman.
Hindari mengucapkan sesuatu yang
menertawakan, walau itu bersumber dari orang lain. (Nah ini ‘kan artinya Sayyidina Ali ini
ketat sekali ya.)
Hormatilah keluarga besarmu, karena
mereka sayap yang membawamu terbang, dan merekalah asal-usulmu yang engkau
berakhir pada mereka, dan mereka juga tangan yang engkau gunakan berjuang.
Akhirnya, suratnya dia tutup, dia katakan,
aku menitipkan agama dan duniamu kepada Allah. Aku bermohon sebaik-baik ketetapan-Nya
untukmu di masa datang yang dekat maupun masa datang yang jauh, di dunia dan di
akhirat.
Wassaalamualaikum ww.
Komentar
Posting Komentar